Sejarah Kota Bandung Pasca Kemerdekaan dan Zaman Pra-Kolonial
Sponsors Links
Semua orang pasti tahu, kalau kota Bandung ini merupakan salah satu kota Metropolitan terbesar di Jawa Barat, hingga dijadikan ibukota provinsi Jawa Barat. Bahkan kota Bandung ini telah diakui sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Selain itu, kota Bandung dikenal sebagai tempat yang sejuk karena terletak di dataran tinggi. Bahkan kota ini merupakan salah satu kota wisata di Indonesia. Selain sebagai tempat wisata, kota ini juga memiliki banyak perguruan tinggi dari negeri hingga swasta, sehingga kota ini mendapat julukan sebagai ‘kota Pelajar’ di Indonesia.
Sejarah Kota Bandung
Setelah mengetahui arti nama dan beberapa julukan kota Bandung, mari kita kembali ke zaman dulu di kota Bandung.
1. Zaman Pra-Kolonial & Kolonial
Sebenarnya, waktu kota Bandung berdiri tidak sama dengan waktu berdirinya Kabupaten Bandung. Kota ini di bandung dengan tenggat waktu yang cukup lama setelah berdirinya Kabupaten Bandung. Karena kabupaten Bandung sendiri terbentuk sekitar pertengahan abad ke-17 Masehi yang didirikan oleh Bupati pertama bernama Tumenggung Wiranggunangun. Hingga akhirnya, beliau memerintah kabupaten Bandung sampai pada tahun 1681.
Dulunya, kabupaten Bandung ini beribukota di Krapyak (sekarang Dayeuhkolot). Lokasinya sekitar 11 kilometer ke Selatan dari pusat kota Bandung. Hingga kabupaten Bandung dipimpin oleh bupati ke-6 yang bernama R.A Wiranatakusumah II (1794 – 1829) yang memiliki julukan sebagai ‘Dalem Kaum I’, kekuasaan Nusantara pun beralih dari kompeni menjadi pemerintahan Hindia Belanda yang dipimpin oleh gubernur jenderal pertama yakni Herman Willem Daendels (1808 – 1811). ()
Di masa pemerintahan Daendels, ia membangun Jalan Raya Pos (Groote Postweg) dari Anyer yang merupakan ujung Baratnya Jawa Barat ke Panarukan yang merupakan ujung Timurnya Jawa Timur. Jarak jalan raya tersebut pun sekitar 1000 km. Dan pembangunan jalan raya tersebut pun dilakukan oleh warga pribumi yang dipimpin oleh bupati daerah masing-masing.
Jalan Raya Pos mulai dibangun pada pertengahan tahun 1808 dengan memperbaiki dan memperlebar jalan. Jalan tersebut dibangun di daerah Bandung khususnya daerah Priangan. Sekarang, jalan tersebut adalah jalan Jenderal Sudirman – Jalan Asia Afrika – Jalan A. Yani yang berlanjut ke Sumedang dan seterusnya.
Pada tanggal 25 Mei 1810, Daendles meminta Bupati Bandung dan Bupati Parakanmuncang untuk memindahkan ibukota kabupaten ke daerah Cikapundung dan Andawadak atau sekarang adalah Tanjungsari mendekati Jalan Raya Pos. Hal ini dilakukan agar pejabat pemerintahan kolonial mudah medapatkan akses ketika mengunjungi kantor bupati. Selain itu, juga bertujuan agar pembangunan jalan raya dapat berjalan dengan lancar.
Padahal, sebelum Daendles meminta, bupati Bandung sudah memiliki rencana tersebut. Bahkan bupati Bandung sudah menemukan tempat yang cukup baik sebagai tempat pusatnya pemerintahan yaitu berupa lahan kosong yaitu hutan di area tepi barat Sungai Cikapundung dan tepi selatan Jalan Raya Pos. bupati Bandung memiliki rencanan tersebut katena Krapyak merupakan tempat yang kurang strategis sebagai ibukota pemerintahan karena lokasinya yang berada di sisi selatan Bandung dan sering terkena banjir. )
Dengan adanya rencana yang dijalankan, maka pada akhir tahun 1808 atau awal tahun 1809, bupati bersama warganya pindah dari Krapyak menuju ibukota baru yang diawali dinggal di Cikalintu (daerah Cipaganti), lalu dilanjutkan ke Balubur Hilir, hingga pindah lagi ke Kampur Bogor (Kebon Kawung, yang sekarang adalah Gedung Pakuan).
Pada tahun 1896, kota Bandung bukanlah sebuah kota, melainkan hanya sebuah kampung atau desa yang memiliki penduduk kurang lebih 30 ribu penduduk. Dari 30 ribu penduduk itu, diisi oleh penduduk berkebangsaan Eropa sekitar seribu penduduk, dan sisanya mayoritas orang Belanda.
Dulunya, kota ini hanyalah sebuah desa yang kotor alias kondisi tanahnya masih banyak yang becek penuh lumpur. Hingga Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels di masa pemerintahan Belanda mengeluarkan keputusan tentang ‘pembagunan sarana dan prasarana untuk kawasan ini’ pada tanggal 25 September 1810. Sehingga, di tanggal tersebut, dijadikanlah sebagai tanggal jadinya kota Bandung.
Namun, saat itu kota Bandung belum mendapatkan status resmi sebagai kota. Kota ini resmi berstatus kota pada tanggal 1 April 1906 yang diresmikan oleh Gubernur Jenderal J.B. van Heutsz. Kota ini telah diresmikan dengan luas wilayah 900 ha hingga di tahun 1949 sampai sekarang, kota ini meluas menjadi 8 ribu hektar.
Belum ada kepastian yang jelas, berapa lama kota Bandung dibangun. Namun, yang pasti adalah bahwa kota ini dibandung bukan atas perintah Daendles, melainkan bupati Bandung sendiri. Bahkan pembangunan ini pun dipimpin langsung oleh Bupati di kala itu. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa Bupati R.A Wiranatakusumah II adalah pendiri kota Bandung yang telah diresmikan sebagai ibukota baru Kabupaten Bandung dengan keputusan surat pada tanggal 25 September 1810.
2. Pasca Kemerdekaan
Sejarah Kota Bandung selanjutnya adalah pada masa pasca kemerdekaan Indonesia. Pada 24 Maret 1946, terdapat peristiwa ‘Bandung Lautan Api’ yang telah diabadikan dalam lagu ‘Halo-Halo Bandung’. Saat kejadian tersebut, seluruh warga Bandung diungsikan sementara ke daerah lain.
- Peristiwa Bandung Lautan Api
Pada bulan Maret 1946, 200 ribu penduduk Bandung membakar rumah dan hartanya dalam waktu kurang lebih tujuh jam. Setelah mereka membakarnya, mereka berbondong-bondong menuju pegunungan ke arah Selatan. Hingga muncullah lagu ‘Halo – Halo Bandung’ sebagai simbol emosi warga Bandung akan janji terkait kembalinya kota tercinta, yang kini menjadi lautan api.
- Perobekan Bendera
Pasca proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia belum dapat dinyatakan sepenuhnya merdeka. Karena sejatinya kemerdekaan itu haruslah dicapai sedikit demi sedikit dengan pengorbanan dan perjuangan rakyat. Jepang kalah dan dilucuti senjatanya oleh tentara Inggris yang telah bersekutu dengan tentara NICA dari Belanda. Namun, mereka memperalat Jepang untuk menjajah kembali Indonesia.
Pada hari Jumat, 17 Agustus 1945, berita tentang pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan telah beredar hingga ke Bandung melalui Kantor Berita DOMEI, dan keesokan harinya, teks tersebut telah tercetak dan tersebar luas ke pelosok kota – kota lainnya, termasuk kota Bandung. Teks tersebut telah dicetak dengan tinta merah oleh percetakan Siliwangi. Sedangkan di Jalan Braga tepatnya Gedung DENIS (sekarang Gedung Bank Jabar) telah terjadi insiden perobekan bendera Belanda dengan merobek warna biru pada bendera Belanda menjadi warna merah putih yang melambangkan bendera Indonesia. Perobekan tersebut telah dilakukan oleh Mohammad Endang Karmas yang dibantu oleh Moeljono.
Hingga pada tanggal 27 Agustus 1945, telah dibentuknya Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan disusul oleh pembentukan Laskar Wanita Indonesia (LASWI) pada tanggal 12 Oktober 1945. Jumlahnya pun mencapai 300 orang yang terdiri dari pasukan tempur, Palang Merah, penyelidik, dan perbekalan.
Kejadian semakin ricuh di tanggal 25 November 1945 yang ditandai selain dengan serangan musuh, yaitu serangan banjir besar karena meluapnya sungai Cikapundung. Hingga ratusan korban harus meninggal, dan ribuan penduduk kehilangan tempat tinggalnya. Sehingga, dengan keadaan genting tersebut, musuh memanfaatkannya untuk menyerang warga Bandung.
Pihak Inggris dan Belanda telah menyerang secara bertubi – tubi. 5 Desember 1945, beberapa pesawat terbang Inggris diluncurkan untuk menjatuhkan hujan bom ke daerah Lengkong Besar. Dan pada tanggal 21 desember 1945, bom juga dijatuhkan ke daerah Cibodas.
- Lautan Api Memulai
Ultimatum pun mulai tercetus kepada Tentara Republik Indonesia untuk meninggalkan kota dan rakyatnya, yang melahirkan sebuah politik ‘bumihangus’. Warga Bandung tidak rela jika kotanya dimanfaatkan oleh musuh dan memutuskan untuk mengungsi ke arah selatan bersama para pejuang. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung ini telah diambil melalui musyawarah Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3) di depan para pejuang pada tanggal 24 Maret 1946. Keputusan tersebut pun diumumkan oleh Abdul Haris Nasution selaku Komandan Divisi III. Beliau memerintahkan kepada seluruh rakyat Bandung untuk segera meninggalkan kota Bandung, hingga warga Bandung menurutinya dan berbondong – bondong meninggalkan kota tercintanya.
Kota Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan warga Bandung dengan tujuan agar para sekutu tidak menyalahgunakan kotanya sebagai perbuatan jahat mereka. Hingga asap hitam mengepul dan menyelimuti kota Bandung, listrik mati, hingga Inggris memulai penyerangannya. Pertempuran antara sekutu dengan pejuang terjadi paling sengit di daerah Desa Dayeuhkolot, bagian selatan kota Bandung. Karena di tempat tersebut terdapat pabrik mesiu yang besar milik para sekutu. TRI pun bermaksud ingin menghancurkan pabrik tersebut, hingga diutuslah Muhammad Toha dan Ramdan untuk menghancurkan pabrik tersebut. Mereka pun berhasil membakar pabrik dengan menggunakan granat tangan lempar. Hingga pabrik meledak dan terbakar, namun naas, kedua pemuda tersebut ikut terbakar bersama pabrik tersebut. Hingga sekarang nama mereka sangat terkenang oleh warga Bandung sebagai pahlawan. Pada saat itu, di waktu yang bersamaan, para staff pemerintahan kota Bandung sebenarnya diminta untuk tetap tinggal di dalam kota, namun demi keselematan mereka, akhirnya mereka pergi keluar kota pada jam 9 malam. Hingga jam 12 malam, Bandung bagian Selatan menjadi kota mati alias tak berpenghuni oleh penduduk dan TRI. Api pun masih merajalela kota tersebut menjadi lautan api.
Rencana membumihanguskan kota Bandung merupakan strategi yang paling tepat pada saat itu. Karena mereka para TRI mengakui kesulitan dan mungkin tidak akan bisa mengalahkan para tentara sekutu dengan jumlah dan kekuatan yang sangat besar. Hingga perlawanan pun dilanjutkan dengan cara geriliya dari luar Bandung. Di saat inilah, lagu ‘Halo – Halo Bandung tercipta oleh warga Bandung.
Halo – Halo Bandung,Ibukota Periangan…Sudah, lama Beta,Tak berjumpa dengannya…Sekarang, menjadi Lautan Api!Mari Bung, rebut kembali!
Hingga istilah atau peristiwa ‘Bandung Lautan Api’ menjadi catatan sejarah Nasional yang sangat terkenal hingga sekarang. Bahkan, ada yang masih menanyakan, dari mana asal nama peristiwa ini. Saat itu, almarhum Jenderal Besar A.H. Nasution teringat ketika ia sedang melakukan pertemuan di Regentsweg (sekarang jalan Dewi Sartika) setelah bertemu dengan Sutan Sjahrir di Jakarta. Ia ingin memutuskan suatu tindakan kota Bandung setelah menerima ultimatum Inggris yang berbunyi,
“Jadi saya kembali dari Jakarta, setelah bicara dengan Sjahrir itu. Memang dalam pembicaraan itu di Regentsweg, di pertemuan itu, berbicaralah semua orang. Nah, di situ timbul pendapat dari Rukana, Komandan Polisi Militer di Bandung. Dia berpendapat, ‘Mari kita bikin Bandung Selatan menjadi lautan api!’ yang dia sebut lautan api, tetapi sebenarnya lautan air”.
Sehingga istilah ‘Bandung Lautan Api’ ini juga muncul di Harian Suara Merdeka pada tanggal 26 Maret 1946 lalu. Istilah tersebut telah ditulis oleh Atje Bastman seorang wartawan muda yang telah menyaksikan pembarakan Bandung dari bukit Gunung Leukit sekitar Pameungpeuk, kota Garut. Atje melihat kota Bandung nampak merah dari Cicadas hingga Cimindi.
Akhirnya ia dengan semangatnya menuliskan kejadian tersebut dan diberilah judul tulisan tersebut ‘Bandoeng Djadi Laoetan Api’. Karena keterbatasan space judul pada saat itu, maka judul tulisan disingkat menjadi ‘Bandoeng Laoetan Api’.
Letak Kota Bandung
Secara Geografis, kota Bandung terletak di titik koordinat 107° BT dan 6°55” LS. Luas kota Bandung sekitar 16.767 hektar. Lokasinya berada di tengah-tengah provinsi Jawa Barat yang diakui sebagai kota yang merupakan tempat paling strategis terhadap daerah sekitarnya.
Kota Bandung terletak pada ketinggian kurang lebih 768 meter di atas permukaan laut dengan bagian utara lebih tinggi daripada selatan. Di bagian Selatan, ketinggian mencapai 1050 meter di atas permukaan laut sedangkan bagian Selatan mencapai 675 meter di atas permukaan laut. Lokasinya pun berada di antara beberapa pegunungan yang menyebabkan Bandung ini merupakan kota yang berbentuk seperti sebuah cekungan.
Di kota Bandung terdapat sungai utama yang bernama sungai Cikapundung dan sungai Citarum sebagai sungai utama yang mengalir ke arah selatan. Sehingga, telah diprediksi bahwa kota Bandung ini merupakan kota yang rawan banjir.
ads
Arti Nama Bandung
Sebelum kita memahami sejarah kota Bandung, ada baiknya kita mengetahui arti dari nama ‘Bandung’ itu sendiri. Ya, nama ‘Bandung’ diambil dari kata ‘bendung’ atau ‘bendungan’. Karena, menurut sejarah masyarakat sekitar, kota ini merupakan telaga yang terbentuk dari bendungan sungai Citarum karena lava Gunung Tangkuban Perahu.
Namun, ada juga yang mempercayai bahwa nama ‘Bandung’ ini diambil dari nama sebuah kendaraan air yang mana kendaraan tersebut terdiri dari dua perahu yang diikat secara berdampingan. Nah, kendaraan tersebut dinamailah ‘Perahu Bandung’ yang konon digunakan oleh Bupati Bandung bernama R.A. Wiranatakusumah II ketika sedang melayar di sungai Citarum saat menggantikan Ibukota lama di Dayeuhkolot. Nama sungai Citarum sendiri memiliki arti yang diambil dari bahasa Sunda yaitu ‘Ci’ yang berarti ‘Cai’ atau ‘Air’.
Julukan-Julukan Kota Bandung
Adapun beberapa julukan kota Bandung yang memiliki sejarahnya masing-masing di antaranya:
1. Kota Kembang
Pasti kalian sering mendengar kalau kota Bandung merupakan kota ‘Kembang’. Nah, julukan ini diawali dari peristiwa Bestuur van de Vereninging van Suikerplanters yang sebagai Pengurus Besar Perkumpulan Pengusaha Perkebunan Gula di Surabaya pada tahun 1896. Dia memilih kota Bandung sebagai tempat penyelenggaraan kongresnya yang pertama.
Nah, dengan adanya ide tersebut, maka Jacob yang sebagai panitia kongres mendapat mandate dari Meneer Schenk untuk menyediakan beberapa pekerja seks yang disebut sebagai ‘kembang-kembang’ yang berupa ‘noni cantik’ alias perempuan pekerja seks berdarah Indo-Belanda untuk menghibur para pengusaha gula di kala itu. Dan para pengusaha gula tersebut telah mengakui bahwa mereka telah puas dengan pelayanan para pekerja seks tersebut, sehingga mereka mengatakan bahwa kongres diadakan telah mendapat predikat sukses besar. Hingga salah satu pengusaha tersebut terceletuk dengan bahasa Belanda, “De Bloem des Indische Bergsteden’ yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia menjadi “Bunganya kota pegunungan di Hindia Belanda.” Sehingga muncullah julukan kota Bandung sebagai kota ‘Kembang’.
2. Paris Van Java
Banyak orang yang mengira bahwa julukan ‘Paris Van Java’ ini diambil karena kota Bandung memiliki keindahan yang sama dengan kota Paris. Sebenarnya, usut punya usut, julukan tersebut diambil karena di kota Bandung terdapat jalan Braga yang mana jalan tersebut banyak yang menjual produk-produk buatan Paris, terutama produk pakaiannya. Nah, toko yang paling terkenal di sana adalah ‘Modemagazinj au bon Marche’ yang mana tokok tersebut menjual beberapa gaun wanita dengan gaya Paris punya.
Tak hanya toko pakaian, di sana juga terdapat beberapa restoran khas Paris yang salah satunya adalah restoran Maison Bogerijen. Restoran inilah yang dijadikan satu tempat makanan yang sering digunakan oleh para pejabat atau pengusaha Hindia Belanda Eropa saat berkunjung ke kota Bandung.
3. Kota Belanja
Tak hanya sebagai kota Kembang atau Paris van Java, kota Bandung juga memiliki julukan sebagai kota ‘Belanja’. Hal ini dikarenakan di kota ini terdapat beberapa mall yang tersebar banyak di setiap penjuru tempat. Bahkan di tahun 2007, kota ini sempat dijadikan sebagai pilot project kota terkreatif se-Asia Timur. Oleh sebab itu, banyak para wisatawan yang ingin berlibur di kota ini sebagai ajang berlibur bahkan mencari ilmu pendidikan.
Tahun – Tahun Penting Bagi Kota Bandung
- 1488 – Di kota Bandung didirikan sebagai bagian dari kerajaan Pajajaran.
- 1799 – Kekuasaan beralih dari VOC ke pemerintahan Belanda.
- 1808 – Herman Willem Daendles diangkat menjadi Gubernur Jenderal setelah VOC angkat kaki.
- 1809 – Bupati R.A. Wiranatakusumah II memerintahkan pemindahan Ibukota dari Krapyak ke daerah pinggiran sungai Cikapundung (sekarang alun-alun) yang dulunya masih berupa hutan dengan beberapa pemukiman di sebelah Utara.
- 1810 – Daendles menancapkan tongkat yang bertuliskan “Zorg, dat als ik terug kom hier een stad is gebouwd!” di pinggir sungai Cikapundung. Tulisan itu artinya, “Usahakan, bila aku datang kembali ke sini, sebuah kota telah dibangun!”. Hingga sekarang, tempat itu dijadikan sebagai tempat pusatnya kota Bandung atau sebagai KM 0 Bandung.
- 25 Mei 1810 – Daendles meminta Bupati Bandung dan Parakanmuncang untuk memindahkan ibukota.
- 25 September 1810 – Daendles mengangkat Raden Suria sebagai Patih Parakanmuncang. Bersamaan dengan itu, kota Bandung telah resmi berdiri dengan R.A. Wiranatakusumah sebagai ‘The Founding Father’.
- 24 Maret 1946 – Peristiwa Bandung Lautan Api.
- 1955 – Konferensi Asia – Afrika di Bandung.
- 2005 – KTT Asia – Afrika 2005
Daftar Walikota Bandung
- A. Maurenbrecher (1906 – 1907)
- E. Krijboom (1907 – 1908)
- A. van Der Ent (1909 – 1910)
- J. Verwijk (1910 – 1912)
- C.B. van Vlenier (1912 – 1913) dan B. van Bjiveld (1913 – 1920)
- Coops (1920 – 1921)
- A. Reitsma (1921 – 1928)
- Coops (1928-1934)
- J.E.A. van Volsogen Kuhr (1934-1936)
- J.M. Wesselink (1936-1942)
- Beets (1942-1945)
- A. Atmadinata (1945-1946)
- Ukar Bratakusumah (1946-1949)
- Enoch (1949-1956)
- Priatna Kusumah (1956-1966)
- Didi Djukardi (1966-1968)
- Hidayat Sukarmadidjaja (1968-1971)
- Otje Djundjunan (1971-1976)
- Utju Djoenaedi (1976-1978)
- Husein Wangsaatmadja (1978-1983)
- Ateng Wahyudi (1983-1993)
- Wahyu Hamidjaja (1993-1998)
- Aa Tarmana (1998-2004)
- Dada Rosada, SH, MSi (2004-2008)
- Dada Rosada, SH, MSi (2008-2013)
- Ridwan Kamil (2013-2018)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar